Baru saja selesai baca ‘Gelombang’, episode kelima dari
serial ‘Supernova’. Seperti biasa, serial ini mampu membuat saya hanyut dalam
setiap halamannya. Bangga bisa dapat buku ke-746 dari 2014 eksemplar edisi
khusus bertanda-tangan.
Dee yang merupakan nama pena dari Dewi Lestari ada di bagian
atas di daftar penulis favorit saya. Karyanya yang saya baca pertama kali
adalah ‘Perahu Kertas’ kemudian ‘Rectoverso’. Tapi yang benar-benar membuat
saya terpesona adalah serial ‘Supernova’.
Saya mulai membaca Supernova kira-kira satu tahun yang lalu
ketika saya berumur enam belas tahun. Kenapa saya baru baca tahun lalu padahal
serial ini sudah lama terbit? Well, menyesuaikan konten yang ada dengan umur
saya. Kalau bacanya dulu-dulu saya pasti nggak akan ngerti isi bukunya yang
notabene emang cukup berat.
Karya-karya Mbak Dee selalu mengambil jalan cerita yang tidak
biasa. Karya pertamanya, ‘Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh’ diterbitkan tahun
2001 dan di situ disungging pasangan gay Reuben dan Dimas. Mbak Dee sangat
berani menyinggung gay di tahun 2001. Di Indonesia, orang-orang gay sangatlah
tidak bebas karena bertentangan dengan nilai dan norma bangsa dan agama. Di
tahun 2014—yang orang-orangnya sudah mulai berpikiran terbuka dan mulai banyak
yang menghormati hak-hak LGBT—saja mereka masih sering dicerca masyarakat,
bagaimana dulu? Ini sesuatu yang tidak biasa dan luar biasa menurut saya.
Kisah-kisah di serial ‘Supernova’ ini punya jalan cerita yang
sulit ditebak. Dalam setiap seri, tokoh yang dibahas selalu berbeda, dengan
latar belakang yang berbeda, dan menghadapi masalah yang berbeda-beda juga. Cinta
pertama saya adalah episode ‘Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh’ dan sampai
sekarang episode itu tetap menjadi favorit saya. Kebanyakan novel remaja
Indonesia (teenlit) punya jalan cerita yang gampang ditebak dan itu membosankan
(bagi saya), itulah mengapa sebelum ini saya lebih menikmati karya-karya sastra
luar negeri. Begitu saya membaca ‘Supernova’ saya langsung jatuh cinta dan saya
tahu kalau mengeluarkan uang untuk melengkapi serial ini bukan hal yang sia-sia
tak berguna.
Dalam setiap pengerjaan karyanya, Mbak Dee selalu melakukan
riset yang matang. Hal itu terbukti dengan narasi dan dialog yang ada dan
terasa begitu nyata. Deskripsinya tentang tempat-tempat di luar sana yang belum
pernah saya kunjungi sebelumnya, tentang kehidupan para tokoh yang berasal dari
daerah yang berbeda-beda. Segalanya tergambar jelas. Semua permasalahan yang
ada juga dijabarkan dengan terperinci seperti cara tokoh itu menyelesaikan
masalahnya atau perjalanan spiritual sang tokoh. Banyak istilah yang asing di
telinga saya saat saya membaca serial ini. Menurut saya, itu salah satu daya
tariknya. Saya selalu dapat belajar hal baru ketika membaca, bahkan bisa
memperjelas apa yang selama ini abu-abu bagi saya.
Membaca serial ini rasanya seperti sedang menyatukan
potongan-potongan puzzle yang lama-kelamaan tersusun menjadi satu gambar yang jelas.
Serial ‘Supernova’ sudah banyak menginspirasi banyak orang
untuk menulis, termasuk saya. Saya suka pilihan kata yang digunakan Ibu Suri,
puitis tapi tidak berlebihan, indah tapi sederhana. Salah satu author
fanfiction favorit saya di salah satu fandom juga menulis fic yang terinspirasi
dari ‘Supernova’ episode ‘Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh’ dan saya juga
jatuh cinta dengan karyanya.
Gara-gara saya sering baca serial ini di sekolah, ‘Virus
Supernova’ sudah mulai menyebar di kelas. Tapi bacanya ganti-gantian. Buku saya
jadi beredar ke mana-mana, deh. Terima kasih Ibu Suri, karya-karyamu telah
menjadi teman setia saya di samping bantal selama setahun belakangan ini. Tak
sabar menunggu ‘Inteligensi Embun Pagi’ lahir!
A simple perfection. I found a little piece of heaven. |
No comments:
Post a Comment